Rabu, 13 Maret 2013

PERTEMUAN REFLEKSI DAN KOORDINASI GERAKAN COMMUNITY LOGGING PART 1




NOTULENSI

PERTEMUAN REFLEKSI DAN KOORDINASI

GERAKAN COMMUNITY LOGGING PART 1

BOGOR, 30-31 JANUARI 2013


A.        PENDAHULUAN

I.             Pengenalan

         Telapak merupakan organisasi dengan sistem anggota yang memungkinkan bekerja dalam isu dan lokasi yang luas, serta dapat memainkan berbagai peran dan fungsi. Anggota Telapak merupakan kader dari organisasi yang memiliki kemampuan spesifik, pengaruh sosial atau politik, atau berada dalam posisi strategis dalam organisasi, bisnis dan politik.
         Visi Telapak membentuk pengelolaan Sumberdaya Alam yang adil untuk saat ini dan juga generasi mendatang. Secara organisasi Telapak telah mendorong untuk mengembangkan ekonomi, sosio-kultural dan politik.
         Cakupan kerja Telapak adalah Indonesia. Telapak bekerja melalui mendekatan teritorial atau kewilayahan. Disetiap teritori, Telapak bekerja pada isu multisektoral dan mengembangkan program yang holistik untuk permasalahan yang ada. Karena itu, Telapak bekerja melalui aliansi masyarakat sipil, koperasi, perusahaan bisnis, media massa, institusi politik dan program berbasis pendanaan.
         Seluruh gerakan Telapak diarahkan menuju industri berbasis masyarakat dan berkelanjutan (from illegal logging to community logging). Infrastruktur sosial dan ekonomi untuk memproduksi, memproses dan menjual produk dalam bentuk koperasi dan perusahaan masyarakat. Karena itu, Telapak secara proaktif untuk menciptakan kondisi menuju pengelolaan sumberdaya alam yang lestari dan berkeadilan.

II.          Latar Belakang

         Secara definisi Community Logging (Comlog) merupakan sistem pengelolaan hutan secara individu dengan cara berkelompok maupun komunal oleh masyarakat lokal/adat atas potensi sumber daya hutan dalam kawasan hutan negara, hutan hak dan hutan adat dengan berasaskan kebersamaan, keadilan serta kesamarataan hak dengan memperhatikan nilai-nilai kelestarian dan keberlanjutan. Aspek pemberdayaan masyarakat dalam inisiatif Comlog bukan suatu program melainkan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pengelolaan hutan.
         Inisiatif Comlog dimaksudkan untuk memberikan arahan dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional dan professional. Inisatif ini sekaligus menjawab polemik dalam pengelolaan hutan dan menjadi benteng terhadap laju kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia akibat pembalakan liar (illegal logging).
1.            Bicara mengenai Comlog, maka akan terkait dengan potensi sumberdaya luar biasa yang dimiliki organisasi yaitu, (a) aktifitas seluruh anggota Telapak beserta konstituen dampingannya, (b) sumberdaya lahan, dan (c) pengalaman lapangan dan jaringan kerja.
2.            Gerakan Comlog merupakan peluang dalam rangka (a) mobilisasi massa, (b) mobilisasi kepentingan politis, (c) mobilisasi modal usaha berbasis komunitas, dan (d) mobilisasi jaringan/dukungan multi pihak.
3.            Gerakan Comlog ingin mewujudkan “Cita-Cita” kemandirian ekonomi (institusi bentukan dan masyarakat dampingan), kedaulatan masyarakat setempat, dan revitalisasi kemartabatan budaya. Ketiganya bisa tercapai secara gradual.
4.            Melalui gerakan Comlog, “secara politis” Telapak telah memotivasi dan menyakinkan kepada pihak tertentu, antara lain :
a.      Bagi masyarakat tempatan, semakin meyakinkan dan meneguhkan mereka akan kemampuannya secara nyata/konkrit dalam mengelola sumberdaya alam (SDA) yang lestari dan berkelanjutan serta berkeadilan, maupun dalam hal peluang untuk “terjun langsung dalam dunia bisnis” yang sebenarnya, seharusnya dan yang sesungguh-sungguhnya.
b.      Bagi pihak pemerintah (pusat/daerah), memberikan sebuah referensi atau model pembanding secara positif, sehingga dimungkinkannya untuk direplikasikan di tempat yang lain.
c.       Bagi pihak swasta dan lembaga donor, memberikan keyakinan kepada mereka sehingga mampu menggandengnya untuk mau berinvestasi secara langsung dan konkrit, dengan sebuah jaminan ketekunan akan kinerja para aktifis bersama-sama dengan anggota masyarakat dampingannya. 
6.            Dengan pembangunan site Comlog di 19 Badan Teritori (setingkat provinsi), secara politis menjadi wujud dari salah satu bentuk tanggung jawab organisasi terhadap pihak-pihak tertentu yang selama ini memberikan dukungan dana dalam proses implementasi Comlog yang pernah dijanjikan organisasi kepada mereka.  

III.       Tujuan

Memperkuat peran Telapak dalam gerakan Community Logging di Indonesia.

IV.        Agenda

1.            Laporan perkembangan gerakan Community Logging dan persfektif dari berbagai daerah.
2.            Refleksi dan evaluasi dalam implementasi Community Logging.
3.            Penggalian dan rumusan peran Badan Pengurus Telapak (BPT) dalam gerakan Community Logging.
4.            Perumusan rencana tindak lanjut (RTL)

V.           Target dan Tahapan Capaian

1.            Telapak akan memastikan seluruh Badan Teritori (BT) memiliki satu site Community Logging di wilayahnya masing-masing.
2.            Telapak akan membuat dokumentasi dalam bentuk buku/modul panduan dalam implementasi community logging sesuai dengan situasi dan kondisi di wilayahnya masing-masing.


VI.        Waktu dan Lokasi

Pertemuan Refleksi dan Koordinasi Gerakan Community Logging dilaksanakan pada :

Deskripsi Kegiatan
Tanggal Pelaksanaan
Phase 1
Pertemuan part 1
30-31 Januari 2013

Lokasi pertemuan : Footprint Bogor



B.        CATATAN HASIL PERTEMUAN

Catatan Hari 1

1.           Laporan perkembangan gerakan Community Logging dan persfektif dari berbagai daerah.
Pembukaan : Gerakan Community Logging Telapak
Pointer:
  • Comlog merupakan bahasa kampaye: from illegal logging to community logging
  • Comlog sudah mendunia
  • Comlog sudah on the track, endingnya sudah diperkirakan
  • Comlog masih tergantung kepada funding
  • Comlog harus jadi gerakan bersama
  • Comlog bukan hanya sekedar membahas isu hutan, melainkan gerakan politik untuk membangun kelembagaan atau koperasi-koperasi
  • Gerakan Comlog harus digerakan oleh 19 Badan Teritor (BT)
  • Perlu melakukan analisis SWOT, klasterisasi wilayah mana yang menjadi jantung/prioritas dan wilayah yang masih inisiasi
  • Harus membuat satu siklus membuat Comlog secara lengkap (awal-akhir)
  • Studi kasus : SODRA (gabungan petani di Swedia, 1935). Tanaman pohon bisa sampai 90 tahun (bisa jadi refresnsi). Dimulai dari swan timber, handicraft dan renewable energy. Punya pabrik pulp, yang buat mesin bio regional (scholl award). Net sell 50 triliun
  • Perlu publikasi dan dokumentasi (tulisan) untuk media dikomunikasi dan lobby ke Funding, case à Swedia (opportunity)
  • Terlalu banyak standar sertifikasi seperti FSC, LEI, SVLK
  • Bulan April akan ada pertemuan Skoll Award Forum, perlu disiapkan laporan yang harus dijelaskan ke Scholl Award
  • Onte dimandatkan sebagai Koordinator COMLOG Telapak
  • Diperlukan mekanisme kajian dalam gerakan Comlog yang akan dibawa ke pertemuan kedua (Maret, tentative)
  • Telapak harus mampu mengkampayekan kepada Negara, perlu PIC (coordinator)
  • SVLK (Standar Verifikasi Legalitas Kayu)hanya sebagai alat melegalitaskan perusahaan sekala besar, karena pada realitasnya ada banyak perusahaan pencuri kayu mendapatkan S-LK
  • 5 koperasi rakyat saat ini sudah mendapatkan sertifikasi, dikhawatirkan hanya akan menjadi alat justifikasi. Harus melihat “peta besarnya”, karena terkadang kita tidak sadar karena sudah diperalat
  • Telapak perlu membangun sistem sendiri dalam menilai produk lestari
  • Harus mengambil keuntungan dari Satgas REDD (dengan UKP4)
  • Perlu concept note sebagai jantung comlog (Lampung, Kendari, Kulon Progo)
  • Momentumnya sudah tepat membicarakan Comlog
  • Perlu ada skema try and improve (best practice dari site lain)
  • Tantangannya mengenai KEMANDIRIAN Comlog
  • Politik = mengurusi masyarakat (kekuasaan, ekonomi, dll)
  • Sektor riil dan sektor finance harus sejalan dalam comlog
  • Skema generasi comlog : a) generasi 1: KHJL (only koperasi, b) generasi 2: KWLM (include CU), c) generasi 3: KHJL (improve HTR)
  • Kaitan comlog dengan politik Kehutanan Indonesia? Kesadaran dijadikan “alat kekuasaan” seseorang
  • SVLK apakah dorongan berdasarkan kebutuhan masyarakat atau kepentingan pengusaha semata
  • Perlu membangun sikap politik yang tegas dalam menyikapi isu Kehutanan, seperti sertifikasi
  • Auto critic (internal): pemahaman terhadap keorganisasian dan ikatan antar anggota dalam 1 organisasi. Telapak masih dikendalikan oleh dana, terjadi konflik internal
Peran Koperasi Telapak
  • Comlog memiliki hubungan erat dengan koperasi
  • Koperasi yang dibangun harus mengacu kepada koperasi induk (Koperasi Telapak)
  • Koperasi Telapak harus memiliki peran strategis dengan koperasi yang dibentuk melalui program Comlog
  • Belum ada koordinasi antar koperasi di site dengan Koperasi Telapak
  • Perlu di upgrade kapasitas pengurus Koperasi Telapak sesuai dengan mekanisme Comlog
  • Koperasi Telapak bisa dijadikan sebagai induk atau koperasi sekunder
  • Sumber pembiayaan koperasi dari anggota (sustainable)
Site Giri Mukti Warna Tirta (GMWT), Lampung
Pointer:
  • Sampai saat Koperasi GMWT masih berjalan
  • Secara manajemen sudah mengarah kepada kemandirian, pengelolaan murni dari usaha koperasi
  • Pengembangan Comlog ada di 11 desa, 4 kecamatan
  • Luasan wilayah comlog 231 ha (6 desa à hasil verifikasi skema SVLK). Sisa 30 ha belum diverifikasi
  • Belum ada database potensi comlog yang baik (jumlah anggota, potensi kayu, luasan, kuota kebutuhan). Kuota saat ini 7776 kubik, sebagian besar dari hutan rakyat
  • Ranah di masyarakat à peningkatan ekonomi, belum membicarakan ranah politik
  • Koperasi belum berjalan baik dari segi bisnis
  • Secara kelembagaan hanya anggota yang bisa “dipegang”
  • Nilai kayu (log) masih kecil jika dibandingkan dengan wilayah lain, misalnya Kulon Progo.
  • Secara ekonomi untung perkubik sekitar 50 ribu
  • Koperasi belum cukup kuat untuk mengatur mekanisme dagang
  • Strategi alternatif à membangun kerjasama dengan CU (credit union)
  • Gagasan à membuat industri meubel (kayu jati), harga jual bisa meningkat. Kapasitas masih kecil, 1 koperasi hanya 1 kubik
  • Kayu sengon dan jati cukup laku untuk perumahan/furniture
  • Koperasi menjadi sorotan positif (+) oleh pemerintah setempat, bisa menjadi model untuk dikembangkan ditingkat provinsi
  • Koperasi GMWT saat ini selalu dijadikan model untuk bahan kampanye dari pihak pemerintah Propinsi Lampung. Strategi dan target capaian yang sedang diupayakan BT Lampung adalah mengupayakan bagi pihak pemda untuk mensosialisasikan dan menggerakkan menjadi semakin lebih besar lagi
  • Meminta dukungan provinsi untuk membantu mengembangkan program comlog (baru tataran projek)
  • Bentuk dukungan dengan membeli kayu kepada koperasi dalam pengadaan barang
  • Politik, sosial dan kelembagaan bagian dari comlog
  • Usaha koperasi : warnet dengan nama “public net”, ada 5 komputer, modal awal 20 juta dari Asteki, sudah berjalan 2 tahun, kemandirian sudah berjalan
  • Proses percepatan koperasi di tingkat BT tidak mudah, belum bisa menghidupi anggotanya. Anggota bisa jual komoditas kepada penjual lain.
  • Permasalahan à penanaman sawit di lahan persawahan sedang marak, koperasi tidak bisa mencegah
  • Koperasi harus menyakinkan masyarakat melalui skema “tanam kayu, anda kaya” (harus real)
  • Isu sawit sedang trend, wacana “community oil”
  • Skema SVLK di wilayah Lampung tidak direncanakan sebelumnya, hal ini terjadi karena sudah terkondisikan di lapangan
Site KHJL (Koperasi Hutan Jaya Lestari), Konawe Selatan – Sulawesi Tenggara
Pointer:
  • Luas hutan tanaman sekitar 1200 hektar dengan jumlah anggota 744
  • Luas HTR 220 hektar di Blok 8 dan 9
  • Strategi komunikasi à 1 orang anggota bisa mempengaruhi 5 orang non anggota
  • Sudah 2 tahun tidak jual kayu ke KHJL, kayu dijual ke industri kecil dengan harga yang lebih murah (beda harga 2 kali lipat atau 100%)
  •  JTT (Jatah Tebangan Tahunan) : 740 meter kubik, standing stock : 7 kali lipat dari JTT
  • Program simpan pinjam stagnant, faktornya disebabkan pengelola tidak fokus dan memiliki pekerjaan lain
  • Program peternakan masih akitf dan berperan penting dalam menunjang livelihood anggota pada saat koperasi sedang mengalami pailit
  • Program Asuransi Jaminan Sosial sudah dimulai, sebagai embrio dilakukan di unit Lambakara. Belum berjalan optimal karena masih menganut dari mekanisme pemerintah
  • Skema FSC lebih laku dan diminati pasar
  • Kelemahan kebijakan sertifikasi FSC yaitu tidak ada standar prosentase kayu percampuran hasil produksi
  • Skema sertifikasi tidak ada jaminan, harga tergantung pasar
  • Perlu investigasi dari 23 industri yang sudah bersertifikasi FSC, sebagai entry point untuk analisis ketersedian kayu bersertifikat
  • Jual kayu pake uang muka berdasarkan SOP, modal jadi stagnant karena pada saat mau panen tidak ada order
  • Perlu membuat unit bisnis dalam koperasi yang menampung komoditas, atau ada showroom di tingkat daerah (BT)
  • Tidak ada sumber penghidupan yang lain dari anggota
  • Terjadi tarik menarik pendanaan antar unit
  • Wacana membuat merk dagang “Kayu Telapak”. Strategi ini untuk mengantisipasi monopoli kayu bersertifikat.
  • Rencana KHJL 2013: 
  1. P2HH: REDD + 1000 hektar : pengembangan dan pemanfaatan bawah tegakan. Komoditas  yang dimanfaatkan yiatu minyak nilam (komoditas baru ). Rencananya akan kerjasama dengan Givaudan
  2. Peternakan: Menghasilkan biogas : bahan bakar gas, jumlah awal 100 ekor sapi (2007)
  3. SPP: kerja sama dengan Credit Union (CU) atau BPR sebesar 100 juta (4 miliar standar BI )
  4. HTR: Pengembangan industri : plywood, pulp dan energi terbarukan seluas 4639,95 ha
  5. KHJL akan menjadi pilot HTR (ada 5 komoditas kayu). Produk kayu keras (jati) dan kayu lunak (soft wood)
  6. Asuransi: Jaminan Sosial dan Jaminan Hari Tua seluas 1352 hektar pada Hutan Milik dan 744 Anggota masuk Asuransi. Database masih sederhana
Site KWLM (Koperasi Wana Lestari Menoreh), Kulon Progo – Jawa Tengah
Pointer:
  • Realisasi penjualan kayu tahun 2012 dengan luasan areal 417 ha: 504 kubik (kayu bersertifikasi)
  • Potensi 2012, jati 330 kubik terjual 239 kubik (kayu FSC), mahoni 369 kubik, terjual 288 kubik (diameter 25 cm up), albasia 261 kubik, realisasi 67 kubik, sonokeling 48 kubik, realiasi 11 kubik. Total vol 1009 kubik, terpotong 606 kubik (kayu FSC)
  • Potensi 2013, luas 667 ha potensinya 566 kubik, mahoni 440 kubik, albasia 635 kubik, sonokeling 57 kubik
  • Anggota: 1087 orang tahun 2013
  • Laba :  66,9 juta
  • Biaya sertifikasi per kubik 135 rb, totalnya 76,9 juta
  • Kelemahan: 1) peran dan motifikasi anggota baru sebatas harga, 2) permodalan (iuran anggota à 43 juta)
  • Proses jual tidak langsung cash and carry, bisa dibayar uang muka
  • Konsep kemandirian; investasi sosial
  • Wacana membuat pulp and paper sekala rakyat, ada potensi kerjasama dengan JRU (Jaringan Rumah Rakyat) di Semarang. Selama ini JRU beli kertas ke Sinarmas senilai 2 milyar/minggu
  • Koperasi harus bisa menjual dengan cepat supaya dapat untung
  • PT. PNU Jogja selalu ada order kayu karena menampung  kayu non-sertifikasi (FSC)
  • PT. PNU Jogja harus didorong menjadi industri COC (wacana)
  • Anggota Cukata merupakan anggota KWLM, sehingga perputaran uang tidak keluar
  • Jaminan pinjaman 1 banding 3, simpan 1 juta bisa pinjam 3 juta
  • Ada pinjaman model baru, namanya WINDARU. Kompensasi bunga 5% berdasarkan kesepakatan, bisa perorangan atau lembaga
  • Peminjam dari WINDARU harus menjadi anggota Cukata, skema bunga menggunakan aturan WINDARU (bunga lebih murah). Ada ketentuan yang berlaku, tidak setiap orang bisa meminjam uang karena harus mengikuti aturan Cukata
  • Share learning: manajemen kolaborasi antara koperasi dan CU:
-              Awalnya terjadi debatable antar lembaga (koperasi vs CU)
-              Perbedaan sektor harus dipisah (sektor riil dan financial)
-              Anggota koperasi merupakan anggota CU
-              Adanya dana penyertaan dari anggota/individu
-              Lembaga dimasukan simpanan non-saham
  • PT. PNU Jogja; konsorsium 3 lembaga. Telapak (30%), KWLM (65%) dan Yabima (5%)
  • Langkah strategis: 1) melakukan otonomi pada PT. PNU Jogja (membuat akta baru) à pra syarat harus melampirkan hasil pertemuan dipengurusan sebelumnya. 2) PT. PNU perlu diupgrade menjadi industri CoC. Kendala; 1) belum ada modal dan 2) perhitungan saham
  • Nilai investasi yang sudah diberikan Telapak sekitar 300 jutaan

2.           Refleksi dan evaluasi dalam implementasi Community Logging.
Point Pokok (Highlight):
  1. BPT dan BT harus mampu menunjuk dan menugaskan person sebagai penanggung jawab atau sebagai koordinator Gerakan Comlog Telapak
  2. Model pendampingan Comlog harus terus berjalan
  3. Harus diperhatikan dengan baik terkait strategi investasi pada komunitas dari bentukan para aktifis Telapak
  4. Memetakan lokasi Comlog sekaligus mampu mengklasifikasi lokasi Comlog mana yang menjadi jantung dan mana yang statusnya masih inisiasi
  5. Perlu dibuat sebuah analisis tulisan (concept note) tentang Comlog Telapak berikut dengan potensi data base secara komplit, yang disiapkan sebagai barang dagangan Telapak
  6. Telapak harus mampu mengkampanyekan skema Comlog ditingkat nasional maupun internasional yang selama ini sudah dilakukan
  7. Mengupayakan skema besar untuk bisa memanfaatkan dana yang dimiliki Satgas REDD+
  8. Skema Comlog Telapak pada prinsipnya sudah melewati beberapa generasi. Misalnya, Comlog KHJL adalah generasi pertama (hanya koperasi), Comlog KWLM adalah generasi kedua (perkawinan antara koperasi dan CU) dan Comlog GWMT adalah generasi ketiga (memasukan unsur energy terbarukan)
  9. Mewacanakan skema SVLK menjadi sebuah pertanyaan kritis, implikasinya dengan keuntungan bagi gerakan Comlog Telapak
  10. Telapak harus membuat skema dan atau merek kayu dengan nama “telapak”
  11. Ada kemungkinan Telapak melakukan investigasi tentang praktek dan kinerja PT Perhutani dalam melakukan politik dagangnya dengan telah mendapat sertifikasi skema FSC (ada kemungkinan unsur ekologi dan sosialnya tidak dijalankan dan tidak memenuhi standar yang ada). Dan 23 industri kayu yang berada dibawah jaminan FSC
  12. Berdasarkan hasil poin di atas (poin 10) akan dijadikan argumentasi dan jastifikasi pendeklarasian penggunaan kayu yang berbasis skema dan merek kayu yang bernama “Telapak"
  13. Koperasi belum mampu mewajibkan anggotanya untuk menjualkayunya pada koperasi saja, tetapi para anggotanya masih terbuka untuk menjualnya pada para tengkulak
  14. Ada tiga skema perdagangan kayu, (1) yang berdagang PT PNU Telapak yang bahannya bakunya dikoordinir oleh koperasi, dan (2) ada PT PNU BT yang berdagang kayu dari anggota koperasi bentukan Telapak, (3) ada showroom dibawah kendali BT yang berdagang kayu dan furniture yang diproduknya
  15. KWLM dijadikan jantung Comlog Telapak dengan orientasi membangun perusahaan sawmill yang mendapat COC
  16. KHJL dijadikan jantung Comlog Telapak dengan orientasi perluasan areal tanam (bahan baku kayu)
  17. GWMT dijadikan jantung model persiapan sosial dalam membangun gerakan Comlog Telapak
Refleksi:
  • Sikap Politik Telapak terhadap isu Kehutanan, kasus sertifikasi (FSC, LEI)
  • Kemandirian Comlog  à tidak tergantung funding
  • Internalisasi: pemahaman terhadap keorganisasian dan ikatan antar anggota
  • Posisi Telapak dalam isu global kehutanan
  • Pemahaman Comlog di tingkat tapak/komunitas
  • Koperasi belum mempunyai kekuatan untuk menggerakan masa/komunitas menuju rencana
  • Membangun komunikasi multi pihak di tingkat tapak
  • Tantangan terhadap kompetitor, kasus sawit di Lampung
  • Menyikapi kelemahan-kelemahan kebijakan lembaga sertifikasi (FSC)
  • Comlog menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat dan anggota BT
  • Peningkatan kapasitas pengurus koperasi dan PT. PNU
  • Peran Koperasi Telapak terhadap koperasi di tingkat BT
  • Memastikan mekanisme pembiayaan koperasi untuk kelanjutan (sustainable)

Catatan Hari 2

3.           Penggalian dan rumusan peran Badan Pengurus Telapak (BPT) dalam gerakan Community Logging.
1)           BPT Sebagai pimpinan gerakan Comlog:
-           Mengeluarkan kebijakan politis organisasi
-           BPT Membuat strategi kampaye Comlog (Improvement Management of Indonesia Forest) di tingkat nasional dan internasional
-           Pengembangan kaderisasi pelaku Comlog disetiap Badan Teritori (BT)
-           Sinergisitas gerakan Comlog dengan Badan Teritori (motor penggerak)
2)           Menunjuk Koordinator Nasional Comlog untuk menjalan gerakan Comlog Telapak
3)           Menyelesaikan dokumen legal mengenai sejarah dan proses serta model generasi Comlog Telapak dalam bentuk modul atau buku panduan
-           Draf modul sudah dibuat, kondisinya sudah 50%
-           Melancak keberadaan draf modul ke beberapa orang yang berkepentingan dan menyerahkan kepada Koordinator Nasional Comlog
-           Review dan cek substansi serta konten (include konglomerasi sosial)
-           Expert meeting à finalisasi
-           Cetak modul
4)           Merealisasikan konsep konglomerasi sosial versi Telapak melalui Badan Usaha Milik Telapak dan atau Koperasi
-        Koperasi Telapak sebagai Induk Koperasi
-        Koperasi Telapak BT sebagai Koperasi Sekunder
-        Koperasi Masyarakat sebagai Koperasi Primer
5)           Menciptakan brand product “Telapak” (skema penilaian dan merk kayu + non-kayu)
6)           Melakukan kajian atau analisa serta identifikasi terhadap gerakan Comlog yang sudah dilakukan atau yang sedang di inisiasi

4.           Perumusan Rencana Tindak Lanjut (RTL)
1)           Membuat resume dan hasil pertemuan menjadi dokumen yang akan direalisasikan paska pertemuan kedua. Output:
-              Clear secara internal mengenai filosofi dan definisi Comlog
-              Dapat direplikasikan secara massive sesuai situasi dan kondisi wilayah Badan Teritori (BT)
2)           Mensirkulasikan seluruh dokumen sebagaimana dimaksud poin 1 diatas menjadi bahan diskusi bagi seluruh pimpinan BT, BPAT dan BPT dalam rangka penyamaan pandangan dalam merumuskan sebuah keputusan kebijakan organisasi
3)           Menetapkan waktu pertemuan tahap kedua, serta memastikan akan dihadiri/diikuti oleh seluruh pimpinan BT, BPAT dan beberapa fungsionaris BPT

5.           Rekomendasi
Berdasarkan hasil penggalian dan rumusan terhadap peran Telapak dalam gerakan community logging:
1)           Telapak harus berperan aktif dalam memfasilitasi gerakan community logging di 19 wilayah kerja (Badan Teritori), khususnya beberapa wilayah yang memiliki potensi untuk dijadikan “model atau jantung” gerakan community logging
2)           Berdasarkan poin 1, Telapak akan melakukan kajian atau identifikasi terhadap wilayah/teritori yang nantinya akan difasilitasi secara intensif melalui mekanisme projek atau program bersama
3)           Menindaklanjuti poin 1, Telapak akan mengadakan pertemuan community logging part 2 dengan mengundang peran serta seluruh pimpinan atau Ketua Badan Teritori yang tersebar di 19 wilayah kerja beserta pengurus Telapak dan pihak lainnya yang selama ini berkontribusi terhadap perkembangan gerakan community logging




Lampiran 1
Daftar Peserta Pertemuan Refleksi dan Koordinasi Gerakan Community Logging Part 1
NAMA
JABATAN
REGION
Khusnul Zaini
BPT Telapak
Bogor/Jawa Barat
Muchlis L. Usman
BPT Telapak
Bogor/Jawa Barat
Silverius Oscar Unggul (Onte)
Anggota Telapak dan Pengurus JAUH
Kendari/ Sulawesi Tenggara
M. Sidik
Ketua BT Lampung dan Direktur YKWS
Lampung
Windratmo
Ketua BT Jawa Bagian Tengah dan Pengurus KWLM
Kulon Progo/Jawa Tengah
Abdul Maal
Anggota Telapak dan Pengurus (GM) Koperasi Hutan Jaya Lestari
Kendari/Sulawesi Tenggara
Sandika Ariansyah
Ketua BT Bali dan Konsultan Samdhana
Bali
Nonette Royo
Anggota Telapak dan Direktur Eksekutif Samdhana
Bali
Hendaru
Anggota Telapak dan Manajer Keuangan Samdhana
Bogor/Jawa Barat
Neni Rochaeni
Staff Small Grant Program Samdhana
Bogor/Jawa Barat
Yunus Yumte
Staff Program Samdhana
Papua
Gede Yudharta
Ketua Koperasi Telapak
Bali