skip to main |
skip to sidebar
Pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat (PHBM) atau yang biasa disebut community logging merupakan salah satu fokus kegiatan Telapak. Pada 15 – 17 Januari lalu Telapak mengadakan workshop “Percepatan dan Perluasan Inisiatif Pengelolaan Hutan Lestari Berbasis Masyarakat dalam Konteks Mitigasi Perubahan Iklim”. Dihadiri lebih dari dua puluh peserta dari berbagai lembaga dan daerah di Indonesia serta menghadirkan pembicara dari berbagai pihak, workshop tersebut membahas community logging dan berbagai permasalahannya.
Banyak tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan community logging. Mulai dari permasalahan izin, kurangnya sumber daya, sertifikasi yang tidak mudah dan murah, kasus wood laundering, kurangnya dukungan pemerintah, dan berbagai masalah lainnya. Hadirnya Direktur Bina Perhutanan Sosial, Haryadi Himawan, membuka kesempatan bagi peserta untuk menyampaikan keluhan dan masukan secara langsung. Sudarsono Soedomo dari FORCI IPB mengatakan, “Orang desa masak disuruh urus izin ke Kehutanan yang jauh dan ribet minta ampun. Pemerintah yang harusnya bekerja dan mendatangi langsung mereka.” Agung Prasetyo dari Lembaga Ekolabel Indonesia menawarkan CFTN (Community Trade Forest Network) dan Nawa Irianto memaparkan pasar perdagangan kayu dengan komplit. Chisato Tomimura dari SmartWood juga menjelaskan dengan lengkap mengenai skema sertifikasi Forest Stewardship Council (FSC) serta kesempatan yang terbuka untuk sertifikasi bagi community logging. Ditutup dengan sertifikasi mandatory untuk community logging oleh Arbi Valentinus dari Jaringan Pemantau Independen Kehutanan.
Tantangan yang menghadang tentu tidak akan membuat pesimis karena Telapak yakin community logging sebagai solusi dari permasalahan eksploitasi sumber hutan. Community logging juga menjadi solusi agar masyarakat lokal bisa berdaulat di tanah mereka sendiri dan memiliki kesempatan mengelolanya.
Diskusi berlanjut di Kulon Progo untuk bertukar informasi mengenai peluang community logging di berbagai daerah. Jaringan kerja untuk memperluas dan mempercepat community logging di Indonesia telah dibentuk. Community logging akan menjadi rezim pengelolaan hutan di Indonesia dan Telapak akan mengarusutamakan community logging. Hal tersebut dapat dicapai melalui perluasan kegiatan community logging, replikasi dan scale-up community logging di berbagai tempat, mendorong green procurement policy, mendesak perlindungan untuk rakyat sebagai pengelola hutan. Telapak mendesak perlu adanya penyederhanaan regulasi perijinan hutan rakyat seperti one stop licensing. Sesuai dengan GERPAK (Gerakan Telapak) yang sudah disepakati menjadi tujuan bersama dan bersamaan dengan Tahun Hutan Internasional yang ditetapkan oleh PBB, sudah saatnya community logging menjadi arus utama dalam pengelolaan hutan di Indonesia.
link: http://www.telapak.org/index.php?option=com_content&view=article&id=219%3Acommunity-logging-sebagai-arus-utama-pengelolaan-hutan-di-2011&catid=18%3Anews&Itemid=64&lang=id
Jumat, 27 Mei 2011
Community Logging sebagai Arus Utama Pengelolaan Hutan di 2011
Pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat (PHBM) atau yang biasa disebut community logging merupakan salah satu fokus kegiatan Telapak. Pada 15 – 17 Januari lalu Telapak mengadakan workshop “Percepatan dan Perluasan Inisiatif Pengelolaan Hutan Lestari Berbasis Masyarakat dalam Konteks Mitigasi Perubahan Iklim”. Dihadiri lebih dari dua puluh peserta dari berbagai lembaga dan daerah di Indonesia serta menghadirkan pembicara dari berbagai pihak, workshop tersebut membahas community logging dan berbagai permasalahannya.
Banyak tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan community logging. Mulai dari permasalahan izin, kurangnya sumber daya, sertifikasi yang tidak mudah dan murah, kasus wood laundering, kurangnya dukungan pemerintah, dan berbagai masalah lainnya. Hadirnya Direktur Bina Perhutanan Sosial, Haryadi Himawan, membuka kesempatan bagi peserta untuk menyampaikan keluhan dan masukan secara langsung. Sudarsono Soedomo dari FORCI IPB mengatakan, “Orang desa masak disuruh urus izin ke Kehutanan yang jauh dan ribet minta ampun. Pemerintah yang harusnya bekerja dan mendatangi langsung mereka.” Agung Prasetyo dari Lembaga Ekolabel Indonesia menawarkan CFTN (Community Trade Forest Network) dan Nawa Irianto memaparkan pasar perdagangan kayu dengan komplit. Chisato Tomimura dari SmartWood juga menjelaskan dengan lengkap mengenai skema sertifikasi Forest Stewardship Council (FSC) serta kesempatan yang terbuka untuk sertifikasi bagi community logging. Ditutup dengan sertifikasi mandatory untuk community logging oleh Arbi Valentinus dari Jaringan Pemantau Independen Kehutanan.
Tantangan yang menghadang tentu tidak akan membuat pesimis karena Telapak yakin community logging sebagai solusi dari permasalahan eksploitasi sumber hutan. Community logging juga menjadi solusi agar masyarakat lokal bisa berdaulat di tanah mereka sendiri dan memiliki kesempatan mengelolanya.
Diskusi berlanjut di Kulon Progo untuk bertukar informasi mengenai peluang community logging di berbagai daerah. Jaringan kerja untuk memperluas dan mempercepat community logging di Indonesia telah dibentuk. Community logging akan menjadi rezim pengelolaan hutan di Indonesia dan Telapak akan mengarusutamakan community logging. Hal tersebut dapat dicapai melalui perluasan kegiatan community logging, replikasi dan scale-up community logging di berbagai tempat, mendorong green procurement policy, mendesak perlindungan untuk rakyat sebagai pengelola hutan. Telapak mendesak perlu adanya penyederhanaan regulasi perijinan hutan rakyat seperti one stop licensing. Sesuai dengan GERPAK (Gerakan Telapak) yang sudah disepakati menjadi tujuan bersama dan bersamaan dengan Tahun Hutan Internasional yang ditetapkan oleh PBB, sudah saatnya community logging menjadi arus utama dalam pengelolaan hutan di Indonesia.
link: http://www.telapak.org/index.php?option=com_content&view=article&id=219%3Acommunity-logging-sebagai-arus-utama-pengelolaan-hutan-di-2011&catid=18%3Anews&Itemid=64&lang=id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Region...
- Bali-Nusra (1)
- Jawa Barat - Cipeuteuy (1)
- Kalimantan (2)
- Maluku (1)
- Papua (2)
- Sulawesi - Sultra (1)
- Sumatera - Lampung (1)
- X-file (8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar