Kamis, 16 Juni 2011

Community Logging di Rawa Betik

Kegiatan Pemetaan Kampung Rawa Betik - Kabupaten Lampung Tengah

Latar Belakang

Dalam mendukung kegiatan promosi pengelolaan potensi kayu yang meliputi Sengon, Akasia, Pulai, Mentru, Mahoni, Mindi, Jati, dan Jati Kapur di Kampung Rawa Betik maka perlunya kepastian wilayah kelola masyarakat khususnya pada tanah milik (hutan hak), hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya ekspansi kayu kedalam kawasan hutan lindung dan kawasan way Kambas hingga di perlukan adanya kejelasan tata batas kampung.

Secara administrative Rawa Betik Terletak di Kecamatan seputih Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah, dengan batas wilayah; sebelah Barat berbatasan dengan Desa Gaya Baru 8, Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Gaya Baru 2,3, dan 4, Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Rajawali, dan sebelah Selatan berbatsan dengan Taman Nasional Way Kambas. Luas wilayah Rawa Betik mencapai ± 760 ha, yang meliputi daratan dan rawa-rawa, dengan jumlah KK 549 dan jumlah penduduk 1677 jiwa, profil desa dapat dilihat di lampiran dari laporan ini.

Atas dukungan pendanaan BT Telapak, Badan Teritorial Telapak Lampung telah melakukan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan terselengaranya kegiatan pemetaan di Kampung Rawa Betik dan kegiatan ini melibatkan Aparat desa, dan kelompok Gabungan Kelompok Tani di Rawa Betik.

Ringkasan Kegiatan yang di Lakukan:

1. Sosialisasi Program Telapak Dan Orientasi Potensi Commudity Kayu
- Pada pertemuan bersama dengan kelompok masyarakat (Gapoktan) dan di hadiri oleh aparat kampung dilakukan sosialisasi program terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan kayu pada wilayah Daerah aliran sungai Way seputih.

- Masyarakat Rawa Betik kecamatan Seputih surabaya sejak tahun 1986 telah
melakukan pengembangan dan budidaya kayu akasia yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pembanguan rumah seperti kusen pintu atau jendela, sejalan dengan waktu pohon akasia di wilayah ini terus berkembang dan menyebar ke dusun-dusun sampai saat ini dan pengunaan kayu akasia berkembang untuk kebutuhan perabotan rumah tangga sedangkan limbah kayu dan ranting umumnya di manfaatkan Pabrik Tapioka (pengopenan tepung Tapioka).

- Pada umumnya pohon akasia dijual dengan harga 900 ribu hingga 1 juta tiap satu meter kubik. Secara umum pemanfaatkan kayu atau pemesanan kayu akasia di beli oleh masyarakat luar kampung yang telah memiliki peralatan seperti serkel atau chainsaw.

- Dalam pertemuan ini masyarakat dan aparat desa cukup tertarik dan mendukung aktifitas implentasi program pengelolaan kayu rakyat di rawa betik dan untuk menindaklanjuti aktifitas dilakukan kegiatan kegiatan bersama masyarakat yang meliputi : survey lokasi potensi, dan peruntukan lahan di kampung rawa betik dan dari hasil survey awal peruntukan lahan masyarakat meliputi, tanaman keras seperti : akasia, Sengon, jati dan pertanian sawah non teknis, tanaman perkebunan sawit, karet, Singkong.

2. Pendataan Potensi Kayu Rakyat
- Setelah melalui beberapa tahapan pertemuan melalui FGD maka di sepakati untuk melakukan kegiatan pendataan bersama aparat kampung melakukan pendataan kayu rakyat milik warga.

- Proses pengambilan data potensi kayu di lakukan dengan cara mengisi form potensi yang terdiri dari jenis kayu, jumlah kayu , jumlah tiap jenis pohon yang dimiliki tiap warga.

- Dari hasil pendataan poteni kayu di bantu 5 orang kepala dusun 2 orang warga dan 2 orang fasilitor di ketahui warga Kampung Rawa Betik miliki sedikitnya ada 106.000 batang pohon seperti sengon, akasia, waru, jati, yang tersebar di kampung rawa betik dan dari hasil rekapitulasi hasil pendataan Akasia merupakan pohon yang cukup domian dimiliki oleh warga.

3. Pengambilan Titik Koordinat Tata Batas
- Pembuatan sketsa peta dan penentuan batas-batas wilayah
Kegiatan ini dilakukan sebelum pengambilan titik koordinat di lapangan. Dalam kegiatan ini dibuat terlebih dahulu sketsa batas-batas wilayah sekitar Rawa Betik. Pembuatan sketsa peta dan penentuan batas-batas wilayah ini dilakukan oleh perwakilan kelompok yang memahami wilayah dengan difasilitasi oleh team. Hal ini untuk mempermudah team kerja pemetaan yang melakukan pengambilan data lapangan.

- Pengambilan Data Lapangan
Dengan berorentasi pada sketsa peta kampung dan penentuan batas-batas wilayah, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pengambilan data lapangan. Pengambilan data lapangan dengan melakukan pengambilan titik batas dalam kampung wilayah Rawa betik dengan menggunakan GPS. Mengambil titik batas kampung , lokasi sebaran potensi kayu dan sarana umum (jalan, mesjid, sekolah, makam, dll).

4. Pertemuan Kelompok dan Parapihak
- Terbangunnya aktivitas warga melalui inisiasi kegiatan pemetaan, meningkatkan semangat bagi kelompok untuk dapat meningkatkan peran kelompok dalam pengelolaan kayu rakyat dengan merencanakan beberapa aktivitas yang mendukung pengelolaan kayu.

- Pada beberapa fase pertemuan dilakukan sosialisasi dan peningkatan kapasitas bagi kelompok untuk dapat mengikuti kegiatan pelatihan yang diselengaran oleh dinas Kehutanan seperti pelatihan SKAU oleh BP2HP.

- Untuk membangun peran kelompok dalam pengelolaan kayu dilakukan upaya yang mendorong adanya kelembagaan seperti koperasi yang berperan dalam pengelolaan kayu rakyat khususnya di wilayah Rawa Betik.

Laporan Proses Kegiatan Di Kampung Rawa Betik :
a. Assesment Awal
Pada tahap awal bersama kelompok Masyarakat melakukan asesment secara sederhana kegiatan asesment awal bersama dengan Pak Sudirman selaku kepala desa kampung Rawa Betik, Pak Amir dan beberapa ketua kelompok tani.

Kegiatan asesment melalui metode survey lokasi lahan dan kondisi dan wawancara singkat untuk mengetahui kondisi potensi dan model pengelolaan kayu di Kampung
Rawa Betik. Dari informasi ada beberpa hal yang cukup menarik , masyarakat
Rawa betik secara umum berpenghasilan utama dari perkebunan singkong, dan kayu
Akasia dan ikan air Tawar jenis ikan betik di oleh menjadi Ikan asin sebagai
penghasilan tambahan, dan pemanfaat potensi rawa-Rawa untuk persawahan warga.

Pemanfaatan komoditi lokal seperti kayu Akasia secara umum tumbuh dan berkembang secara alami dan Belum diolah sebagai peluang industri kayu yang menghasilkan produk yang langsung di gunakan oleh konsumen tetapi, Warga lebih memilih menjual kayu tegakan dengan cara borong dengan harga yang bervariasi.

Dari wawancara dan sharing yang dilkukan secara kolekti bersama warga di
kediaman pak Sudirman , kayu yang biasa di jual tidak mengunakan pendukung
dokumen resmi Seperti SKAU atau surat lainnya warga yang menjual umumnya terima bersih sedangkan pengurusan dokumen di serahkan pada pembeli. Hal ini karena proses yang sulit dan kepala kampung belum mendapat izin sebagai penerbit SKAU. Untuk ranting kayu di manfaatkan sebagai kayu bakar dan sebagian di Jual ke Pabrik Tapioka sebagai bahan bakar proses pengeringan Tepung Tapioka.

Dari hasil wawancara dan sharing membuka wacana warga dan pembelajaran bersama dalam memanfaatan hasil commuditi sebagai sebuah peluang usaha bagi masyarakat kususnya dalam pemanfaatan pengelolaan kayu . Pada Proses awal ini warga perwakilan dari kelompok cukup memberi respont yang positif dalam pengembangan dan pengelolaan kayu secara bersama.

Maka di sepakati untuk melakukan rangkaian kegiatan seperti perlukan sosialisasi
pada warga dan kelompok tani, rencana melakukan pendataan potensi kelompok, melakukan pemetaan batas, pendataan kayu warga dan kelompok, peningkatan kapasitas dalam pengelolaan pemanfaatan kayu.

b. Pendataan Potensi Kayu Rakyat
Untuk mengetahui angka pasti jumlah potensi kayu yang dimiliki kampung Rawa Betik maka dilakukan pendataan potensi kayu dengan melihat jenis kayu, diameter kayu, tinggi kayu umur pohon, dan dilakukan sensus kayu milik warga. Sebelum melakukan kegiatan pendataan dilakukan diskusi secara partisipatif agar secara teknis pengambilan data dapat menacakup 5 dusun.

Dari hasil diskusi persiapan pengambilan data pohon ini ada beberapa hal yang
menjadi pertimbangan waktu dan biaya, dengan menghitung jumlah pohon akasia yang cukup banyak dengan berbagai ukuran (bibit, anakan, atau hanya tegakan Up 20 cm) akan sangat sulit dilakukan dalam waktu cepat mengingat adanya beberapa agenda kegiatan Kampung yang harus dilakukan.

Maka di sepakati untuk awal persiapan kegiatan Tata usaha kayu hanya mendata dan memilih Tegakan kayu (Up 20 cm), dengan pembagian berdasarkan dusun, untuk kegiatan ini akan di bantu oleh Kepala Dusun dan RT masing masing. Kepala Dusun 1 pak Pujiman, Kepala Dusun 2. ...., Kepala Dusun 3......, Kepala Dusun 4 Pak Suprianto, Kepala Dusun 5 Pak Jumingin. Kegiatan pendataan ini dilakukan selama 7 hari. Hasil dari pendataan ini terlampir.

c. Pemetaan Kampung
Proses pemetaan kampung yang merupakan bagian dari rencana kegiatan masyarakat, sebelum dilakukan kegiatan pemetaan bersama warga yang terdiri dari Perwakilan masyarakat Rawa Betik sebelumnya dilakukan FGD dan observasi medan untuk memastikan apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat dan pemerintah desa dalam mempersiapkan wilayah kelola.

Dalam Fokus Group Diskusi, fasitator membuka ruang pada peserta untuk membuat sketsa desa sebagai gambaran dari rencana peta yang akan di buat, dari Sketsa tergambar bentuk dan lokasi potensi lahan milik warga dan peruntukannya. Dari Gambar Sketsa tersebut terlihat potensi kelola masyarakat terbagi atas Pemukiman, lahan kebun, Pekarangan dan sawah, rawa

- Pemukiman warga lebih domiman mengikuti jalan poros penghubung antar kampung.
- Wilayah kebun secara umum digunakan untuk pertanian perkebunan seperti Karet, Kelapa sawit, Singkong dan Kayu-kayuan.
- Wilayah kelola persawahan masyarakat umumnya di Rawa-rawa dan dimanfaatkan saat musim kering (kemarau) dan Rawa-Rawa juga dimanfaatkan tempat mencari ikan, sebagai sumber kehidupan.
- Wilayah Hutan Lindung Register 8 belum ada batas wilayahnya.

d. Kordinasi dan Konsultasi para Pihak
Untuk pengelolaan dan pemanfaatan kayu rakyat dan kegiatan pemetaan dilakukan koordinasi dengan pihak terkait seperti Badan Penyuluhan (Badan Ketahanan Pangan), dan dinas Kehutanan.

Dalam proses kegiatan pendampingan dan pemetaan di Kampung Rawa Batik BT Telapak Lampung melibatkan peran Penyuluh kehutanan Pak Suwarno untuk berperan aktif dalam tiap proses kegiatan yang dilakukan, baik secara formal maupun Informal. Dan atas dukungan ini penyuluh kehutanan sebagai bagian dari Binaan kehutanan dan badan memiliki motivasi dan rencana kerja dalam mendukung pengelolaan hutan.

Pada kesempatan lain, koordinasi dan kosultasi juga dilakukan ke dinas Kehutanan pada pertemuan awal dilakukan sharing informasi dan rencana kerja BT Lampung di Rawa Betik, dari hasil ini Dishutbun Lamteng berupaya untuk membantu dalam mempercepat proses yang dilakukan mengingat Lampung Tengah sebagai Daerah Aliran Sungai masih memerlukan dukungan dari pihak lain khususnya dalam membangun hutan rakyat. Beberapa catatan dalam pertemuan dengan dishut (Pak Krisna/Kabid) diakui sampai saat ini Dishut belum memiliki tata batas pada hutan lindung dan hutan rakyat dalam proses pengelolaan perlunya adanya peta hutan rakyat dan hingga kini pemerintah Lamteng Belum memiliki anggaran untuk mengetahui potensi hutan rakyat meski beberapa kampung sudah mulai dicadangkan.

Beberapa masukan Dinas Kehutanan Melalui Pak Kuswadi (sekretris) menekankan adanya upaya kegiatan dengan meningkatkan peran masyrakat dalam pengelolaan selain hasil Hutan kayu rakyat perlunya upaya rehabilitasi dan perlindungan pada tiap mata air atau sumber air. Dengan melakukan penanaman hasil hutan bukan kayu selain itu juga bisa memberikan kontribusi penghasilan. Diharapkan upaya perbaikan tata kelola juga dapat dilakukan dengan penguatan kelembagaan dan koperasi.

Pada pertemuan sharing dan Konsultasi potensi pemanfaatan kayu rakyat dilakukan
konsultasi pada Pak Radik (kabid Bina Usaha Produsi) dalam pertemuan ini beliau
menegaskan potensi kayu pada hutan rakyat cukup berpontensi dan diakui masih lemahnya sumberdaya manusia dalam mengembangkan potensi kayu pada hutan hak, dengan beberapa hal terkait dengan dokumen pengelolaan kayu sampai saat ini kampung belum seluruhya bisa menerbitkan SKAU karena ada beberapa tahapan seperti mengikuti pelatihan oleh PH2HP.

Bebarapa hal yang menjadi catatan khususnya oleh bagian Bina Produksi adalah lemahnya kontrol penerbit SKAU karena ada beberapa kasus terjadi Pengadaan SKAU oleh kepala Kampung hal ini karena ketidak tahuan.

e. Pertemuan kelompok
Inisiasi pengelolaan dan Kelembagan
Untuk mendukung Isu Comlog di Rawa Betik maka BT Lampung mulai melakukan inisiasi penguatan pada warga yang memiliki komitmen dalam mendukung upaya dalam mempercepat proses pengelolaan yang berbasis pada masyarakat.

Maka pada beberapa kesempatan melalui komunikasi yang Intensif bersama warga. Dilakukan shering informasi dan melibatkan warga dalam beberapa kegiatan pelatihan, Secara umum kampung Rawa Betik memiliki potensi kelompok dan Gapotan yang di ketuai oleh Pak Sudirman namun karena lemahnya kemampuan kelompok dalam mengagendakan program kerja maka kerja kerja kelompok secara umum bisa di katakan belum ekfektif dan masih bersifat intruksi.

Dalam pengembangan Comlog dirawa betik ini, di butuhkan percepatan bersama dan untuk lebih fokus maka di bentuk satu kelompok yang akan mengakomodir kebutuhan dalam pengelolaan kayu rakyat dan potensi lainya.

1. Sumardi : Ketua
2. Amir : Wakil Ketua
3. Supriatno : Sekretaris
4. Manisok : Bendahara
5. Tukirun : Anggota
6. Ahmad rijan : Anggota
7. Selo prayogo : Anggota
8. Suranto : Anggota
9. Solikin : Anggota
10. Jumari : Anggota
11. Jumingin : Anggota
12. Tubi : Anggota
13. Sudirman : Anggota
14. Lagio : Anggota


Rekomendasi
Dalam membangun pengelolaan sumberdaya alam, berbasis masyarakat di wilayah Kabupaten Lampung Tengah yang kini menjadi fokus BT Lampung, adalah mempersiapkan dan mengintegrasikan Comlog sebuah konsep pengelolaan Hulu-Hilir sebagai sebuah model pengelolaan yang Berbasis pada pendekatan DAS di Kabupaten Lampung Tengah.

Kecamatan Pubian dengan unit Menejenennya koperasi Giri Mukti Wana Tirta di telah
dipersiapkan sebagai Basis pengelolaan kayu rakyat dengan luas kelola 275 ha berada di daerah hulu Way Seputih akan menjadi sebuah media belajar dalam membangun Tata Usaha kayu Rakyat dan sebagai Replika pada wilayah lain termasuk Kampung Rawa Betik yang merupakan daerah Hilir Way Seputih.

Kampung Rawa Betik bagian dari target BT Lampung merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam Pengelolaan yang saat ini dibangun di Kabupaten Lampung Tengah. Sehingga menjadi sangat penting mendorong dan memfasilitasi kelompok kelompok masyarakat kususnya di Kampung Rawa Betik sebagai buah wilayah model comlog yang berkontribusi dalam pengelolaan DAS pada wilayah untuk daerah Hilir Maka sebagai upaya tindak lanjut kedepan, kegiatan yang dilakukan adalah membangun kelembagaan/koperasi dan mempersiapkan unit usaha melalui industri perkayuan rakyat yang ekolebel.

Informasi Pendukung
5. Profil Kampung Rawa Betik
Asal usul desa Rawa Betik adalah pemekaran dari wilayah kampung gaya baru VI pada tahun 1986 yang merupakan salah satu desa di Kecamatan Seputih Surabaya yang mulai diresmikan pada tahun 1986.

Pada saat itu desa rawa betik masih jauh dari kemajuan sebagaimana yang terlihat saat ini, terutama di bidang pembangunan. Penduduknya waktu itu berjumlah ± 1.252 jiwa yang terdiri dari 314 kepala keluarga (KK). Dengan batas-batas kampung sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Gaya Baru II, III dan IV
Sebelah selatan : Sungai Pegadungan lampung Timur Dan Desa bina Karya
Buana Kecamatan Rumbia
Sebelah Timur : Desa Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya
Sebelah Barat : Gaya Baru Delapan

Kehidupan masyarakat pada waktu itu sangat memprihatinkan dan jauh dari kata modernisasi. Tidak tersedianya fasilitas umum dan tempat tinggal yang layak menjadi masalah Kampung Rawa Betik pada waktu itu.

Masyarakat masih menggunakan kayu yang ada dihutan untuk dijadikan rumah atau yang biasa disebut gubuk. Sementara sebagian masyarakat membuka lahan/belukar untuk dijadikan ladang atau kebun. Pembangunan jalan ataupun tempat umum pun masih ilakukan secara gotong royong. Adapun beberapa yang sempat menjabat sebagai di kampung rawa Betik:
Bapak Sujiman, Kepala Susukan (1981-1986)
Bapak Buang Pejabat sementara (1986-1991)
Bapak Sudirman, Pejabat Sementara (1991-1993)
Bapak Yunus BA, Pejabat sementara (Juni- Oktober 1993)
Bapak Daman Nuri, Kepala Desa (1993-2001)
Bapak Daman Nuri, pejabat sementara (2001-2007)
Bapak Sudirman, Kepala Kampung (2007-sekarang)

Luas Kampung Rawa Betik adalah 1.880 ha yang terdiri dari :
Pekarangan : 83 ha
Ladang : 347 ha
Rawa : 612 ha
Lapangan : 1 ha
Kuburan : 1 ha
Jalan kampung : 36 ha
TOTAL : 1.080 ha

Mayoritas penduduk kampung Rawa Betik bekerja sebagai Petani (padi, singkong, jagung, palawija, karet, kelapa sawit, dan kakao), nelayan air tawar dan Peternak (sapi, kerbau, kambing, dan ayam).

Sarana umum yang dimiliki :
1 (satu) gedung sekolah (SDN) dan 1 (satu) gedung Taman kanak-kanak (TK)
3 (tiga) Masjid
7 (tujuh) Mushola
2 (dua) Gedung Gereja

6. Rekapitulasi Hasil Pendataan Potensi kayu Rakyat

No. LOKASI
JENIS KAYU (Btng)
Akasia Sengon Pulai Jabon Mentru Jati Mindi Mahoni
DUSUN 1 6.373 24 62 62 94 29 - -
DUSUN 2 31.547 11 718 211 188 84 18 -
DUSUN 3 59.382 - - - - - - 115
DUSUN 4 3.842 2 116 20 20 65 4 74
DUSUN 5 4.795 2 41 19 4 7 14 10

7. Hasil Pemetaan Kampung RAWA BETIK

Tidak ada komentar: